Masalah Sosial adalah
perbedaan antara harapan dan kenyataan atau sebagai kesenjangan
antara situasi yang ada dengan situasi yang seharusnya. Masalah sosial
dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat sebagai sesuatu kondisi yang
tidak diharapkan.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai
dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah
sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial
dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus
seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat,
dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat
dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1.Faktor Ekonomi: Kemiskinan, pengangguran,
dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian,
kenakalan remaja, dll.
3.Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit
syaraf, aliran sesat, dsb.
1. Faktor
Ekonomi, faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial.
Apalagi
setelah terjadinya krisis global
PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang
sudah sulit mencari pekerjaan.
2. Faktor
Budaya, Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit
dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak
negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa
merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu.
3. Faktor
Biologis, Penyakit menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit
tersebut sudah menyebar disuatu wilayah atau menjadi pandemik.
4. Faktor
Psikologis, Aliran sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan
masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi aliran
serupa masih banyak bermunculan di masyarakat sampai saat ini.
Masalah sosial menemui pengertiaannya sebagai sebuah
kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan sosial serta
bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Keberadaan masalah
sosial ditengah kehidupan masyarakat dapat diketahui secara cermat melalui
beberapa proses dan tahapan analitis, yang salah satunya berupa tahapan
diagnosis. Dalam mendiagnosis masalah sosial diperlukan sebuah pendekatan
sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara konseptual. Eitzen
membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame
approach (hlm. 153).
Person blame approach merupakan suatu
pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu. Diagnosis masalah
menempatkan individu sebagai unit analisanya. Sumber masalah sosial dilihat
dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang masalah. Melalui
diagnosis tersebut lantas bisa ditemukan faktor penyebabnya yang mungkin
berasal dari kondisi fisik, psikis maupun proses sosialisasinya.
Sedang pendekatan kedua system
blame approach merupakan unit analisis untuk memahami sumber masalah pada level
sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa sistem dan struktur sosial lebih
dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat tunduk
dan dikontrol oleh sistem. Selaras dengan itu, masalah sosial terjadi oleh
karena sistem yang berlaku didalamnya kurang mampu dalam mengantisipasi
perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk penyesuaian antar komponen dan unsur
dalam sistem itu sendiri.
Dari kedua pendekatan tersebut
dapat diketahui, bahwa sumber masalah dapat ditelusuri dari ”kesalahan"
individu dan "kesalahan" sistem. Mengintegrasikan kedua pendekatan
tersebut akan sangat berguna dalam rangka melacak akar masalah untuk kemudian
dicarikan pemecahannya. Untuk mendiagnosis masalah pengangguran misalnya,
secara lebih komprehensif tidak cukup dilihat dari faktor yang melekat pada
diri penganggur saja seperti kurang inovatif atau malas mencari peluang, akan
tetapi juga perlu dilihat sumbernya masalahnya dari level sistem baik sistem
pendidikan, sistem produksi dan sistem perokonomian atau bahkan sistem sosial
politik pada tingkat yang lebih luas.
Anak jalanan: Dilema? Sebenarnya isltilah anak jalanan pertama kali
diperkenalkan di Amerika Selatan atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok
anak-anak yang hidup dijalanan umumnya sudah tidak memiliki ikatan tali dengan
keluarganya.Anak-anak pada kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada
aktivitas-aktivitas yang berbau criminal. Kelompok ini juga disebut dalam
istilah kriminologi sebagai anak-anak dilinguent. Istilah ini menjadi rancu
ketika dicoba digunakan di negara berkembang lainnya yang pada umumnya mereka
masih memiliki ikatan dengan keluarga. UNICEF kemudian menggunakan istilah
hidup dijalanan bagi mereka yang sudah tidak memiliki ikatan keluarga, bekerja
dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarga. Di Amerika
Serikat juga dikenal istilah Runauay children yang digunakan bagi anak-anak
yang lari dari orang tuanya.
Walaupun pengertian anak jalanan
memiliki konotasi yang negatif di beberapa negara, namun pada dasarnya dapat
juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja dijalanan yang bukan hanya
sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan
anak yang karena pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang
secara wajar baik secara jasmnai, rohani dan intelektualnya. Hal ini disebabkan
antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan, lingkungan kerja dan
lain sebagainya.
Anak jalanan ini pada umumnya
bekerja pada sector informal. Phenomena munculnya anak jalanan ini bukanlah
karena adanya transformasi system social ekonomi dan masyarakat pertanian ke
masyarakat pra-industri atau karena proses industrialisasi. Phenomena ini
muncul dalam bentuk yang sangat eksploratif bersama dengan adanya transformasi
social ekonomi masyarakat industrialsasi menuju masyarakat yang kapitalistik.
Kaum marjinal ini selanjutnya
mengalami distorsi nilai, diantaranta nilai tentang anak. Anak, dengan demikian
bukan hanya dipandang sebagai beban, tetapi sekaligus dipandang sebagai factor
ekonomi yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Dengan
demikian, nilai anak dalam pandangan orang tua atau keluarga tidak lagi dilihat
dalam kacamata pendidikan, tetapi dalam kepentingan ekonomi. Sementara itu,
nilai pendidikan dan kasih saying semakin menurun. Anak dimotivasi untuk
bekerja dan menghasilkan uang.
Dalam konteks permasalahan anak
jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama timbalnya anak
jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latar belakang geografis, social
ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan keluarga miskin di
pedesaan maupun kantong kumuh perkotaan. Namun, mengapa mereka tetap bertahan,
dan terus saja berdatangan sejalan dengan pesatnya laju pembangunan?
Ada banyak teori yang bisa
menejlaskan kontradiksi-kontradiksi antara pembangunan dan keadilan-pemerataan,
desa dan kota, kutub besar dan kutub kecil, sehingga lebih jauh bia terpetakan
lebih jela persoalan hak asasi anak. Meskipun demikian, kemiskinan bukanlah
satu-satunya factor penyebab timbulnya masalah anak jalanan. Dengan demikian,
adanya sementara anggapan bahwa masalah anak jalanan akan hilang dengan sendirinya
bila permasalahan kemiskinan ini telah dapat diatasi, merupakan pandangan
keliru.
Masyarakat Dan Negara :
Parillo menyatakan, kenyataan paling mendasar dalam kehidupan sosial adalah
bahwa masyarakat terbentuk dalam suatu bangunan struktur. Melalui bangunan
struktural tertentu maka dimungkinkan beberapa individu mempunyai kekuasaan,
kesempatan dan peluang yang lebih baik dari individu yang lain (hlm. 191). Dari
hal tersebut dapat dimengerti apabila kalangan tertentu dapat memperoleh
manfaat yang lebih besar dari kondisi sosial yang ada sekaligus memungkinkan
terpenuhinya segala bentuk kebutuhan, sementara dipihak lain masih banyak yang
kekurangan.
Masalah sosial sebagai kondisi
yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu
mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam
konteks tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya pemecahan
berbasis negara dan berbasis masyarakat. Negara merupakan pihak yang sepatutnya
responsif terhadap keberadaan masalah sosial. Perwujudan kesejahteraan setiap
warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran vital bagi keberlangsungan
negara. Di lain pihak masyarakat sendiri juga perlu responsif terhadap masalah
sosial jika menghendaki kondisi kehidupan berkembang ke arah yang semakin
baik.
Salah satu bentuk rumusan
tindakan negara untuk memecahkan masalah sosial adalah melalui kebijakan
sosial. Suatu kebijakan akan dapat dirumuskan dengan baik apabila didasarkan
pada data dan informasi yang akurat. Apabila studi masalah sosial dapat
memberikan informasi yang lengkap dan akurat maka bararti telah memberikan
kontribusi bagi perumusan kebijakan sosial yang baik, sehingga bila
diimplementasikan akan mampu menghasilkan pemecahan masalah yang efektif.
Upaya pemecahan sosial
sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh
masyarakat untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam
teorinya Kotler mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan
sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif dapat
dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih
sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar